Strategi KKP dalam Meminimalisir dampak Perubahan Iklim pada Sektor Kelautan dan Perikanan

Jumat, 12 Februari 2021


JAKARTA (12/2)- Peningkatan suhu menyebabkan terjadinya perubahan iklim di berbagai belahan bumi. Seiring dengan menghangatnya suhu dan meningkatnya keasaman perairan laut, stok ikan diprediksi akan bergerak menuju habitat yang lebih sesuai. Indonesia, sebagai negara tropis, diperkirakan akan menghadapi dampak yang lebih parah dibandingkan dengan kawasan lainnya di dunia, terlebih di sektor perikanan.

 

Sebagai negara penyumbang hampir 7 persen dari produksi ikan global, perubahan iklim dapat mempengaruhi ketahanan pangan, keselamatan nelayan, konservasi dan keanekaragaman hayati, serta perekonomian yang dihasilkan oleh sektor kelautan dan perikanan. Jika kegiatan ekonomi berlanjut seperti biasa, dengan tingkat tekanan penangkapan ikan dan pemanasan laut saat ini, maka hasil perikanan kemungkinan akan menurun dan 80 persen stok dunia jatuh ke status penangkapan berlebih pada pertengahan dekade berikutnya.

 

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus berusaha untuk menekan perubahan iklim dalam sektor kelautan dan perikanan melalui hasil riset yang dijadikan sebagai policy brief dalam pengambilan keputusan bagi pemerintah pusat, pemerintah daerah, stakeholder, hingga masyarakat luas. Untuk itu, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) melalui Pusat Riset Perikanan, bersama IPB University dan Environmental Defense Fund (EDF), menyelenggarakan webinar bertema Membangun Perikanan yang Tangguh Terhadap Perubahan Iklim Seri II: Status Perubahan Iklim Lautan Global dan Pembangunan Perikanan Nasional, pada 11 Februari 2021

 

Dalam sambutannya, Kepala BRSDM, Sjarief Widjaja, menuturkan bahwa berdasarkan data The Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) Tahun 2018, kesempatan untuk mencegah bencana iklim ekstrim yang terjadi karena pemanasan global dengan maksimum kenaikan suhu 1,5°C, ditargetkan dapat terlaksana sebelum tahun 2030. Tersisa waktu 10 tahun bagi seluruh pihak secara global untuk dapat menekan terjadinya perubahan iklim secara drastis.

 

“Pemanasan global diatas 1,5°C akan menambah risiko bencana alam ekstrim seperti cuaca panas ekstrim, kekeringan parah, banjir yang disebabkan curah hujan ekstrim, dan mencairnya daratan es di kutub utara yang berdampak pada ratusan juta orang di seluruh dunia. IPCC melihat pembatasan pemanasan global hingga 1,5°C akan membutuhkan komitmen yang kuat dari seluruh negara untuk perubahan yang cepat, luas dan belum pernah dilakukan sebelumnya di semua aspek kehidupan masyarakat dunia. Sekaligus memastikan kehidupan masyarakat yang lebih berkelanjutan dan adil,” tutur Sjarief.

 

Lebih lanjut dikatakan, butuh strategi pengelolaan yang efektif dalam menekan perubahan iklim di sektor kelautan dan perikanan, diantaranya dengan sistem pengumpulan dan monitoring data yang efektif, proses pengelolaan berbasis sains adaptif, harvest control rules yang selaras dengan biomassa stok, dan pertimbangan komponen sosial-ekonomi dan ekosistem yang lebih luas, contohnya pendekatan pengelolaan perikanan berbasis ekosistem.

 

“Di dalam sektor kelautan kita mengembangkan ocean based mitigation. Metode mitigasi berbasis laut itu menerapkan tidak hanya bagaimana untuk mereduksi emisi gas kaca, tetapi juga dalam memberikan paradigma yang sederhana kepada nelayan. Salah satunya dengan hilirisasi riset berbasis transformasi digital. KKP memiliki aplikasi Laut Nusantara yang menghadirkan kemudahan dan kecepatan akses informasi Peta Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan (PPDPI) serta dilengkapi informasi cuaca laut dalam genggaman nelayan sehingga aktivitas penangkapan ikan lebih efektif dan efisien. Dengan aplikasi Laut Nusantara,” terang Sjarif.

 

Laut Nusantara mempunyai basis informasi yang lebih lengkap dan real time, serta sumber data sepenuhnya disediakan secara kontinu. Aplikasi ini memberikan data-data yang akurat mengenai berbagai kebutuhan nelayan selama melaut, termasuk lokasi keberadaan ikan, data cuaca terkait kecepatan angin dan kondisi gelombang, perhitungan BBM, hingga fitur untuk panggilan darurat. Selain itu, aplikasi ini juga menyediakan fitur perbincangan yang bisa nelayan manfaatkan untuk mendapatkan informasi mengenai harga ikan tangkapan di pasar. Aplikasi ini merupakan teknologi terbarukan yang dapat diakses di manapun dan kapanpun, hal ini dinilai selaras dengan kultur dan kearifan Indonesia.

 

“Melalui aplikasi ini juga memungkinkan keberadaan kapal-kapal pelaku Illegal, Unreported, Unregulated (IUU) Fishing dapat diketahui secara real-time, sehingga dapat segera ditindak lanjut dengan upaya penangkapan oleh patroli pengawasan. Hal tersebut menunjukkan bahwa kolaborasi informasi dan teknologi dapat langsung membantu mengurangi penggunaan BBM,” terang Sjarief.

 

Upaya lain, yaitu dengan menerapkan panel surya pada penggunaan cold storage. Panel surya adalah alat yang terdiri dari sel surya yang mengubah cahaya menjadi listrik. Cold storage merupakan sebuah ruangan yang dirancang khusus dengan kondisi suhu tertentu yang mempunyai fungsi utama untuk mempertahankan mutu ikan hasil tangkapan nelayan dengan cara membekukan ikan hasil tangkapan nelayan, menyimpan ikan yang telah dibekukan. “Kita berpikir cold storage membutuhkan bahan bakar. Kalau cold storage menggunakan solar cell maka dapat membantu pasokan energi listrik yang tentunya ramah bagi lingkungan,” tuturnya.

 

KKP juga telah meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mengelola sampah melalui pembuatan instalasi pengolah sampah plastik. Pihaknya berharap, dengan adanya instalasi yang ditempatkan di kawasan muara sungai, warga sekitarnya akan tertarik untuk mata pencaharian baru seperti mengumpulkan sampah plastik agar memperoleh peningkatan pemasukan.

 

“Melalui webinar ini, KKP ingin mendorong riset yang maju terkait indeks kesehatan laut, yang akan diperkenalkan kepada seluruh pihak, baik itu pemerintah pusat, pemerintah daerah, stakeholder, hingga masyarakat luas,” tegasnya.

 

Hadir sebagai pembicara dalam webinar tersebut, Cisco Werner, Ph.D. (National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA)) - Fakta (bukti) tentang Dampak Perubahan Iklim terhadap Lingkungan Global dan Perikanan di Samudra Pasifik dan Hindia; Dr. Reny Puspasari (Peneliti dari Pusat Riset Perikanan KKP, Indonesia) tentang Dampak Indikatif Perubahan Iklim terhadap Perikanan dan Potensi Rencana Mitigasinya; Rod Fujita, Ph.D. (Direktur Riset dan Pengembangan, Environmental Defense Fund (EDF)) tentang Sorotan Kerja EDF di Tempat Lain di Seluruh Dunia Terkait dengan Dampak Perubahan Iklim Terhadap Perikanan; Putuh Suadela, S.Pi, MESM (Koordinator Pengelolaan Sumber Daya Ikan ZEEI dan Laut Lepas, Direktorat Pengelolaan Sumber Daya Ikan, Dirjen Perikanan Tangkap KKP, Indonesia) tentang Pandangan tentang Aspek Perubahan Iklim dalam Pengelolaan Perikanan Indonesia; dan Dr. Luky Adrianto (Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University, Indonesia) tentang Dampak Indikatif Perubahan Iklim bagi Nelayan dan Ekonomi Pesisir dan Potensi Rencana Mitigasinya, sebagai moderator, yakni Prof. Dr. Ngurah N. Wiadnyana Fisheries Research Center, MMAF, Indonesia dan Dr. Abdul Halim Environmental Defense Fund (EDF), Consultant.

 

Humas BRSDM

Sumber:

KKP WEB BPPSDMKP

Logo Logo
Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

JL. Medan Merdeka Timur No.16 Jakarta Pusat

Telp. (021) 3519070 EXT. 7433 – Fax. (021) 3864293

Email: humas.kkp@kkp.go.id

Call Center KKP: 141

Media Sosial

Pengunjung

1 2
© Copyright 2024, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia