Menyeimbangkan Ekologi dan Ekonomi di Ruang Laut
Senin, 22 November 2021
Pemanfaatan jasa-jasa kelautan perlu didukung tata ruang bawah laut yang memiliki pola ruang dan neraca sumber daya perairan laut yang berisi data spasial untuk menjaga keseimbangan ekologi dan ekonomi di ruang laut
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17.504 pulau, di antaranya 111 pulau kecil terluar yang terhubung melalui perairan laut dari Sabang sampai Merauke. Perairan laut Indonesia sangat kaya sumber daya hayati, seperti mangrove, terumbu karang, padang lamun, ikan karang, ataupun jasa-jasa kelautan, di antaranya garam, pasir laut, air laut dalam, benda muatan kapal tenggelam, pulau-pulau kecil, dan pariwisata bahari.
Kekayaan sumber daya hayati beserta jasa-jasa kelautan di perairan laut Indonesia seluas 6,4 juta kilometer persegi hanya memberikan kontribusi sebesar 9,69 persen bagi peningkatan PDB Indonesia, jauh dibandingkan dengan Thailand, Jepang, dan Korea Selatan yang mampu memberikan kontribusi PDB mencapai 30 persen (Rokhmin Dahuri, 2021).
Kontribusi PDB sektor kelautan relatif kecil, dipengaruhi beberapa faktor yang saling berkaitan. Kewenangan perizinan ruang laut masih terdistribusi pada berbagai sektor. Dokumen perencanaan ruang laut (rencana tata ruang wilayah/RTRW, rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil/RZWP3K, rencana zonasi kawasan strategis nasional tertentu/RZKSNT, dan rencana tata ruang kawasan strategis nasional/RTR KSN) sebagian belum selesai dan substansinya belum memadukan ruang darat dan laut. Pemanfaatan wilayah laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil mengakibatkan kerusakan mangrove dan pencemaran perairan. Selain itu juga jasa-jasa kelautan yang belum dimanfaatkan secara optimal.
Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko mengatur bahwa pemanfaatan ruang laut harus memiliki persyaratan dasar perizinan berusaha, dan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut. Selanjutnya, pelaku usaha diwajibkan memiliki izin lingkungan, izin mendirikan bangunan (IMB) dari pemerintah daerah, serta izin usaha dari sektor terkait sehingga memperpanjang birokrasi, waktu, dan biaya.
Kondisi ini semakin rumit karena terdapat enam provinsi belum memiliki RZWP3K. Selain itu, baru 12 pulau kecil terluar memiliki RZKSNT yang sudah dipermenkan, adapun 99 pulau kecil terluar akan diselesaikan dan diundangkan melalui permen atau Perpres RTR yang memadukan darat dan laut.
Pemanfaatan ruang laut
Kebijakan penyederhanaan pelayanan ”perizinan sektor melalui satu pintu” merupakan terobosan birokrasi yang perlu dipertimbangkan, dengan melakukan revisi dan penguatan PP Nomor 5 Tahun 2021. Selanjutnya, melalui koordinasi dan sinergi yang kuat antarinstansi pusat dan daerah, pemerintah perlu segera menuntaskan seluruh dokumen perencanaan tata ruang sebagai arahan dalam pemanfaatan ruang laut.
Pemanfaatan wilayah laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil selalu berdampak pada keberlangsungan mangrove. Data menunjukkan dari 64.746 ha mangrove di kawasan pesisir yang menjadi kewenangan Kementerian kelautan dan Perikanan (KKP), terdapat 50 persen mangrove tidak dapat pulih kembali karena alih fungsi lahan untuk permukiman, pertambakan.
Pada kondisi lain, rob, bencana, bencana, gelombang besar mengakibatkan kerusakan mangrove, namun masih dapat pulih kembali mencapai 40 persen. Sedangkan mangrove yang layak direhabilitasi hanya sekitar 10 persen.
Belajar dari pengalaman ini, pemerintah perlu memastikan target 600.000 ha penanaman mangrove yang dijanjikan Presiden Jokowi pada sidang KTT G-20 di Italia pada 30-31 Oktober 2021 dapat direalisasikan, dan ditetapkan menjadi kawasan konservasi melalui peraturan daerah atau peraturan presiden, dengan melibatkan kelompok masyarakat setempat, lembaga swadaya masyarakat, pegiat mangrove untuk melakukan pendampingan dan pengawasan. Partisipasi pemda dan BUMN/swasta melalui pembinaan dan program CSR atau tanggung jawab sosial sangat membantu pemerintah memenuhi target dimaksud.
Selain rehabilitasi mangrove yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas lingkungan akibat eksploitasi sumber daya alam, abrasi, gelombang besar, dan bencana lainnya, inisiatif pemerintah melakukan kegiatan bersih pantai dan pengumpulan sampah plastik akan meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia untuk tidak membuang sampah plastik ke laut, karena sampah plastik akan terurai menjadi mikro plastik yang mungkin termakan hewan laut, dan membahayakan keberlanjutan hidupnya.
Pemanfaatan jasa-jasa kelautan baru bergeliat menghasilkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), di antaranya pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan sekitarnya di Pulau Nipa, Kota Batam, sejak 2014 selama 30 tahun akan menghasilkan PNBP mencapai Rp 1,52 triliun (kontribusi tetap Rp 120 miliar dan profit sharing Rp 1,4 triliun), dan pemanfaatan 10 kawasan konservasi perairan nasional (KKPN) seluas 28,1 juta ha telah menghasilkan PNBP dari wisata bahari sampai tahun 2020 mencapai Rp 3,5 miliar.
Adapun pemanfaatan kabel bawah laut seperti palapa ring masih mengacu pada PP No 75 Tahun 2015 sehingga PNBP yang dihasilkan belum signifikan. Dengan diundangkannya PP Nomor 85 Tahun 2021 tentang jenis dan tarif atas jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), ke depan akan sangat meningkatkan nilai PNBP, yang telah memasukkan perhitungan (tambahan biaya) faktor lingkungan, jika pipa dan kabel bawah laut melintasi kawasan konservasi.
Pada akhirnya, keseimbangan ekologi dan ekonomi dalam memanfaatkan ruang laut harus memiliki regulasi yang kuat, diimplementasikan berdasarkan rencana tata ruang darat sampai ke laut (termasuk dasar perairan), yang pemanfaatannya menjamin keberlanjutan ekologi sehingga kekayaan sumber daya alam hayati laut beserta jasa-jasa lingkungan di dalamnya berkontribusi besar meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara, kesejahteraan rakyat, serta dinikmati generasi mendatang.
(Rido Miduk Sugandi Batubara, Ahli Madya Pengelola Ekosistem Laut dan Pesisir (PELP) Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, KKP)
KKP WEB Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan Dan Ruang Laut
JL. Medan Merdeka Timur No.16 Jakarta Pusat
Telp. (021) 3519070 EXT. 7433 – Fax. (021) 3864293
Email: humas.kkp@kkp.go.id
Call Center KKP: 141