KKP Revisi Aturan Pengenaan Sanksi Administratif
Rabu, 13 Juli 2022
SIARAN PERS
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
NOMOR: SP.484/SJ.5/VII/2022
JAKARTA (13/7) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan melakukan revisi aturan pengenaan sanksi administratif terhadap pelanggaran usaha di bidang kelautan dan perikanan. Upaya tersebut dilakukan sebagai respon terhadap dinamika yang berkembang serta untuk penerapan sanksi administratif yang berkeadilan.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Laksamana Muda TNI Adin Nurawaluddin menyampaikan bahwa untuk mendengar langsung aspirasi masyarakat, dilaksanakan kegiatan konsultasi publik rancangan perubahan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 31 Tahun 2021 tentang Pengenaan Sanksi Administratif di Bidang Kelautan dan Perikanan di Semarang, Jawa Tengah (7/7).
“Permen KP Nomor 31 Tahun 2021 tentang Pengenaan Sanksi Administratif saat ini sedang dalam proses perbaikan untuk menindaklanjuti aspirasi yang disampaikan oleh masyarakat", ujar Adin.
Adin menambahkan bahwa pasca berlakunya UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU CK), paradigma pengenaan sanksi diubah menjadi mengutamakan sanksi administratif sebagai primum remedium sedangkan sanksi pidana menjadi jalan terakhir (ultimum remedium).
”perubahan paradigma ini bertujuan untuk lebih memberi peluang agar kegiatan usaha dapat tetap tumbuh meskipun tetap memperhatikan efek jera yang ditimbulkan dari sanksi administratif tersebut”, ungkap Adin.
Sanksi adminisitratif dirasakan lebih adil bagi pelaku usaha dibandingkan dengan sanksi pidana. Karena apabila pelaku usaha dikenakan sanksi administratif, maka pelaku usaha tetap dapat menjalankan kegiatan usahanya sepanjang pelaku usaha telah memenuhi kewajiban administratifnya. Sedangkan apabila dikenakan sanksi pidana di bidang kelautan dan perikanan, maka izin usahanya akan dicabut sehingga tidak dapat melaksanakan kegiatan usaha kembali. Selain itu tujuan dari penerapan sanksi administratif adalah untuk meningkatkan kepatuhan bukan pemberian sanksi yang bersifat merugikan pelaku usaha.
Lebih lanjut, Adin menjelaskan bahwa meskipun Permen KP Nomor 31 Tahun 2021 telah diundangkan sejak bulan Juli 2021, namun implementasi pengenaan sanksi administratif terhadap pelaku pelanggaran di bidang kelautan dan perikanan baru mulai dilaksanakan sejak awal tahun 2022. Hal tersebut memberikan ruang untuk sosialisasi dan persiapan yang memadai. Namun setelah dilaksanakan dalam waktu kurang lebih 6 (enam) bulan ternyata diperoleh beberapa masukan dari masyarakat terkait perlunya penyempurnaan terhadap peraturan tersebut.
“Demi keadilan dan kondusifitas dunia usaha di bidang kelautan dan perikanan, kami tidak segan untuk menyempurnakan Permen Nomor 31 Tahun 2021 ini”, ungkap Adin.
Konsultasi publik dilaksanakan dengan melibatkan akademisi dari perguruan tinggi untuk menjadi penengah berdasarkan pandangan akademis. Pelaksanaan di Semarang kali ini merupakan konsultasi publik yang ketiga dengan melibatkan akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Diponegoro. Sebelumnya telah dilaksanakan di Batam dengan melibatkan akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Kepulauan Riau dan Fakultas Hukum Universitas Maritim Raja Ali Haji dan di Pontianak bersama Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura dan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Pontianak.
"Kami berorientasi agar Permen Pengenaan Sanksi Administratif ini pada akhirnya benar-benar dapat memenuhi rasa keadilan di masyarakat. Oleh karena itu konsultasi publik yang ketiga ini kami laksanakan di Jawa Tengah dimana selama ini banyak masukan yang kita dengar berasal dari nelayan di Jawa Tengah", terang Adin.
Beberapa usulan perubahan yang diterima berdasarkan masukan dari masyarakat antara lain adalah perlunya diatur mekanisme keberatan terhadap sanksi administratif yang dijatuhkan sebelum mekanisme banding administratif.
"Jadi mekanisme keberatan ini kami harapkan dapat memberikan ruang bagi pelaku usaha yang tidak puas terhadap sanksi administratif yang dikenakan sebelum mengajukan banding. Diharapkan dengan mekanisme ini akan mendatangkan rasa keadilan bagi masyarakat", lanjut Adin.
Adin juga menegaskan bahwa penerapan sanksi administratif ini merupakan perwujudan keadilan restoratif (restorative justice). Pelaku pelanggaran yang menyebabkan kerugian ataupun kerusakan sumber daya kelautan dan perikanan dikenakan sanksi administratif untuk memperbaiki kerusakan atau kerugian tersebut. Sanksi administratif juga dipandang lebih efektif mengingat waktu penyelesainnya relatif cepat yaitu paling lambat 21 hari, sedangkan untuk pidana, waktu penyidikan saja sampai dengan 30 hari, belum termasuk proses lanjutan seperti penuntutan sampai dengan inkracht.
“Dari sisi waktu penyelesaian, sanksi administratif ini bisa selesai paling lama 21 hari, dan pelaku usaha dapat langsung melanjutkan kegiatan usaha apabila sudah melaksanakan kewajibannya”, tutur Adin.
Terkait dengan protes pelaku usaha yang menginginkan agar diberikan teguran terlebih dahulu. Adin menjelaskan bahwa tata cara pengenaan sanksi administratif berupa teguran telah diatur di Pasal 9 Permen KP Nomor 31 tahun 2021, dimana hanya diberikan apabila baru pertama kali melakukan pelanggaran, dan belum menimbulkan dampak berupa kerusakan dan/atau kerugian sumber daya kelautan dan perikanan.
“Itu kriterianya, artinya kalau kemudian dikenakan denda, hal tersebut dilaksanakan berdasarkan kriteria yang jelas, dan perlu dipahami bahwa denda akan disetorkan langsung ke kas negara dan akan disalurkan kembali kepada nelayan dalam bentuk program-program pembangunan”, pungkas Adin.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono telah berkomitmen untuk mewujudkan tata kelola perikanan yang berkelanjutan melalui program Penangkapan Ikan Terukur dan prinsip Ekonomi Biru. Penerapan sanksi administratif menjadi salah satu strategi untuk mendukung pelaksanaan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan sehingga dapat mendatangkan keuntungan dan kesejahteraan bagi masyarakat dan pelaku usaha.
KKP WEB DJPSDKP
JL. Medan Merdeka Timur No.16 Jakarta Pusat
Telp. (021) 3519070 EXT. 7433 – Fax. (021) 3864293
Email: humas.kkp@kkp.go.id
Call Center KKP: 141