KKP Kaji Pemanfaatan Dana Bagi Hasil Subsektor Perikanan Tangkap

Kamis, 16 Mei 2024


JAKARTA (16/05) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tengah mengkaji pemanfaatan Dana Bagi Hasil (DBH) subsektor Perikanan Tangkap. Hal ini merupakan respon KKP dalam menjawab tiga isu besar yang berkembang saat ini, yaitu DBH, sumberdaya perikanan, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pasca produksi dan retribusi jasa lelang ikan di daerah.

 

“Berbagai aspek perlu dipertimbangkan dalam mengatur DBH sumberdaya perikanan, termasuk diantaranya keadilan bagi Provinsi dan Kabupaten/Kota yang memang memberikan kontribusi lebih terhadap PNBP, apakah memungkinkan mendapatkan DBH lebih besar,” ujar Direktur Perizinan dan Kenelayanan (PDK) Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT) KKP Ukon Ahmad Furkon pada kegiatan yang di fasilitasi GEF 6, Kamis (16/05/2024).

 

Lebih lanjut Ukon menjelaskan, posisi DBH saat ini langsung diberikan kepada Kabupaten/Kota dan tidak ke provinsi. Padahal, penggunaan tata kelola perikanan saat ini adanya di pusat dan di provinsi, dimana di atas 12 mil ada di pusat dan di bawah 12 mil ada di provinsi.  “Kedepannya, apakah memungkinkan provinsi juga mendapatkan DBH dari PNBP sumber daya perikanan,” ungkap Ukon.

 

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, pada Pasal 119, menetapkan DBH sumberdaya perikanan untuk daerah sebesar 80% dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh Kabupaten/Kota. Artinya 80% DBH dibagi rata ke seluruh wilayah di seluruh Indonesia.

 

“Banyak pertanyaan yang kemudian muncul, yaitu daerah yang sumberdaya perikanan nya menjadi tumpuan utama pendapatan asli daerah merasa dirugikan. Begitupun dengan Pembagian DBH sumberdaya perikanan yang hanya diperuntukan bagi kabupaten/kota, dimana provinsi tidak mendapat porsi. Hal ini juga mendapat pertanyaan dari pemerintah provinsi terutama Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) yang merasa memiliki banyak kewajiban terhadap pengelolaan ruang laut dan sumberdaya di dalamnya, namun nihil pendapatan kontirbusi DBH,” jelas Ukon.

 

Pada kesempatan yang sama, Ukon menjelaskan mulai 1 Januari 2023 penarikan PNBP dilakukan setelah izin dikeluarkan (paska produksi). Hal ini merupakan implementasi dari PP nomor 85 tahun 2023, dimana pungutan PNBP dikenakan setelah pelaku usaha melakukan penangkapan ikan.

 

Lebih lanjut Ukon menyampaikan, terkait penarikan retribusi dilakukan oleh Dinas Perikanan kabupaten/kota atas fasilitas yang dibangun pemerintah daerah dalam bentuk Tempat Pelelangan Ikan (TPI), kemudian Pemerintah Daerah melakukan proses lelang untuk ditarik retribusinya. 

 

“Masalahnya adalah ketika pemerintah daerah kabupaten/kota melakukan retribusi jasa lelang ikan pemanfaatan atau ekploitasi sumber daya ikan seolah-olah ada duplikasi, dimana pemerintah pusat menarik PNBP untuk kapal-kapal yang izinnya dikeluarkan oleh pusat, kemudian saat ikan itu didaratkan, sebagian pemerintah daerah juga melakukan penarikan retribusi juga,” ungkap Ukon.

 

Asisten Khusus Menteri Bidang Publikasi Program Penangkapan Ikan Terukur (PIT), Muhammad Abdi menambahkan, diskusi ini sangat strategis dan penting untuk dilaksanakan karena melihat dinamika masyarakat yang senantiasa mempertanyakan proses dan mekanisme DBH dan juga PNBP. Selain itu, Abdi juga menambahkan, saat ini KKP diminta melakukan kajian atau telaah tentang pemanfaatan DBH perikanan untuk pembangunan atau pemeliharaan sarana dan prasarana pelabuhan. 

 

Sementara, menurut tim ahli dari IPB University Ahmad Solihin berpendapat meskipun pemerintah provinsi memberikan layanan perizinan berusaha untuk kapal-kapal ikan di bawah 30 GT yang hanya beroperasi di bawah 12 mil laut. Akan tetapi, pemerintah pusat menggantikannya dengan DBH. Menurutnya, DBH adalah bagian dari transfer ke daerah yang dialokasikan berdasarkan persentase atas pendapatan tertentu dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dan kinerja tertentu, yang dibagikan kepada Daerah penghasil dengan tujuan untuk mengurangi ketimpangan fiskal antara pemerintah dan daerah, serta kepada daerah lain non penghasil dalam rangka menanggulangi eksternalitas negatif dan/atau meningkatkan pemerataan dalam satu wilayah.

 

Diskusi yang berlangsung selamaDRAF SIARAN PERS 

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

 

KKP Kaji Pemanfaatan Dana Bagi Hasil Subsektor Perikanan Tangkap

 

JAKARTA (16/05) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tengah mengkaji pemanfaatan Dana Bagi Hasil (DBH) subsektor Perikanan Tangkap. Hal ini merupakan respon KKP dalam menjawab tiga isu besar yang berkembang saat ini, yaitu DBH, sumberdaya perikanan, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pasca produksi dan retribusi jasa lelang ikan di daerah.

 

“Berbagai aspek perlu dipertimbangkan dalam mengatur DBH sumberdaya perikanan, termasuk diantaranya keadilan bagi Provinsi dan Kabupaten/Kota yang memang memberikan kontribusi lebih terhadap PNBP, apakah memungkinkan mendapatkan DBH lebih besar,” ujar Direktur Perizinan dan Kenelayanan (PDK) Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT) KKP Ukon Ahmad Furkon pada kegiatan yang di fasilitasi GEF 6, Kamis (16/05/2024).

 

Lebih lanjut Ukon menjelaskan, posisi DBH saat ini langsung diberikan kepada Kabupaten/Kota dan tidak ke provinsi. Padahal, penggunaan tata kelola perikanan saat ini adanya di pusat dan di provinsi, dimana di atas 12 mil ada di pusat dan di bawah 12 mil ada di provinsi.  “Kedepannya, apakah memungkinkan provinsi juga mendapatkan DBH dari PNBP sumber daya perikanan,” ungkap Ukon.

 

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, pada Pasal 119, menetapkan DBH sumberdaya perikanan untuk daerah sebesar 80% dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh Kabupaten/Kota. Artinya 80% DBH dibagi rata ke seluruh wilayah di seluruh Indonesia.

 

“Banyak pertanyaan yang kemudian muncul, yaitu daerah yang sumberdaya perikanan nya menjadi tumpuan utama pendapatan asli daerah merasa dirugikan. Begitupun dengan Pembagian DBH sumberdaya perikanan yang hanya diperuntukan bagi kabupaten/kota, dimana provinsi tidak mendapat porsi. Hal ini juga mendapat pertanyaan dari pemerintah provinsi terutama Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) yang merasa memiliki banyak kewajiban terhadap pengelolaan ruang laut dan sumberdaya di dalamnya, namun nihil pendapatan kontirbusi DBH,” jelas Ukon.

 

Pada kesempatan yang sama, Ukon menjelaskan mulai 1 Januari 2023 penarikan PNBP dilakukan setelah izin dikeluarkan (paska produksi). Hal ini merupakan implementasi dari PP nomor 85 tahun 2023, dimana pungutan PNBP dikenakan setelah pelaku usaha melakukan penangkapan ikan.

 

Lebih lanjut Ukon menyampaikan, terkait penarikan retribusi dilakukan oleh Dinas Perikanan kabupaten/kota atas fasilitas yang dibangun pemerintah daerah dalam bentuk Tempat Pelelangan Ikan (TPI), kemudian Pemerintah Daerah melakukan proses lelang untuk ditarik retribusinya. 

 

“Masalahnya adalah ketika pemerintah daerah kabupaten/kota melakukan retribusi jasa lelang ikan pemanfaatan atau ekploitasi sumber daya ikan seolah-olah ada duplikasi, dimana pemerintah pusat menarik PNBP untuk kapal-kapal yang izinnya dikeluarkan oleh pusat, kemudian saat ikan itu didaratkan, sebagian pemerintah daerah juga melakukan penarikan retribusi juga,” ungkap Ukon.

 

Asisten Khusus Menteri Bidang Publikasi Program Penangkapan Ikan Terukur (PIT), Muhammad Abdi menambahkan, diskusi ini sangat strategis dan penting untuk dilaksanakan karena melihat dinamika masyarakat yang senantiasa mempertanyakan proses dan mekanisme DBH dan juga PNBP. Selain itu, Abdi juga menambahkan, saat ini KKP diminta melakukan kajian atau telaah tentang pemanfaatan DBH perikanan untuk pembangunan atau pemeliharaan sarana dan prasarana pelabuhan. 

 

Sementara, menurut tim ahli dari IPB University Ahmad Solihin berpendapat meskipun pemerintah provinsi memberikan layanan perizinan berusaha untuk kapal-kapal ikan di bawah 30 GT yang hanya beroperasi di bawah 12 mil laut. Akan tetapi, pemerintah pusat menggantikannya dengan DBH. Menurutnya, DBH adalah bagian dari transfer ke daerah yang dialokasikan berdasarkan persentase atas pendapatan tertentu dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dan kinerja tertentu, yang dibagikan kepada Daerah penghasil dengan tujuan untuk mengurangi ketimpangan fiskal antara pemerintah dan daerah, serta kepada daerah lain non penghasil dalam rangka menanggulangi eksternalitas negatif dan/atau meningkatkan pemerataan dalam satu wilayah.

 

Diskusi yang berlangsung selama sehari tersebut diikuti lebih dari 150 orang baik secara luring maupun daring. Melibatkan narasumber dari berbagai stakeholder pemerintah pusat dan daerah serta akademisi. Pemerintah Pusat diwakili oleh Kementerian Dalam Negeri melalui Direktorat Pendapatan Daerah, Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah, Kementerian Keuangan melalui Direktur Dana Trasfer Umum, Direktorat Jenderal Perimbangan keuangan, Direktorat PNBP SDA dan KND, Direktorat Jenderal Anggaran, Direktorat Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. Pemerintah Daerah diwakili oleh Bappeda Jawa Tengah, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Nusa Tenggara Barat, dan Dinas Perikanan Kabupaten Maluku Tengah. Juga melibatkan tim ahli dari IPB University dan Universitas Indonesia.

 

Dalam berbagai kesempatan, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menegaskan secara filosofis KKP ingin memastikan bahwa sumber daya ikan merupakan bagian dari sumber daya alam kekayaan negeri ini. Kekayaan seluruh masyarakat Indonesia dan sesuai dengan amanat UUD 1945 khususnya pasal 33 ayat 3 menjelaskan bahwa negara diberikan kewenangan untuk mengelola agar pemanfaatan dari sumberdaya tersebut bisa dirasakan oleh seluruh masyarakat. Salah satu diantaranya adalah melalui PNBP yang hasilnya digunakan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat.

 

HUMAS DITJEN PERIKANAN TANGKAP sehari tersebut diikuti lebih dari 150 orang baik secara luring maupun daring. Melibatkan narasumber dari berbagai stakeholder pemerintah pusat dan daerah serta akademisi. Pemerintah Pusat diwakili oleh Kementerian Dalam Negeri melalui Direktorat Pendapatan Daerah, Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah, Kementerian Keuangan melalui Direktur Dana Trasfer Umum, Direktorat Jenderal Perimbangan keuangan, Direktorat PNBP SDA dan KND, Direktorat Jenderal Anggaran, Direktorat Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. Pemerintah Daerah diwakili oleh Bappeda Jawa Tengah, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Nusa Tenggara Barat, dan Dinas Perikanan Kabupaten Maluku Tengah. Juga melibatkan tim ahli dari IPB University dan Universitas Indonesia.

 

Dalam berbagai kesempatan, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menegaskan secara filosofis KKP ingin memastikan bahwa sumber daya ikan merupakan bagian dari sumber daya alam kekayaan negeri ini. Kekayaan seluruh masyarakat Indonesia dan sesuai dengan amanat UUD 1945 khususnya pasal 33 ayat 3 menjelaskan bahwa negara diberikan kewenangan untuk mengelola agar pemanfaatan dari sumberdaya tersebut bisa dirasakan oleh seluruh masyarakat. Salah satu diantaranya adalah melalui PNBP yang hasilnya digunakan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat.

 

 

Sumber:

DJPT KKP

Logo Logo
Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap

JL. Medan Merdeka Timur No.16 Jakarta Pusat

Telp. (021) 3519070 EXT. 7433 – Fax. (021) 3864293

Email: humas.kkp@kkp.go.id

Call Center KKP: 141

Media Sosial

Pengunjung

1 2
© Copyright 2024, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia